Smartphone seolah olah sudah menjadi bahan pokok pengganti makan bagi sebagian orang, bangun tidur hingga tidur lagi seakan tangan tak tega menaruh smartphone di atas meja dan membiarkannya menganggur. Mobile Phone Addict, penyakit itulah banyak menjangkit masyarakat kita sekarang, baik tua, muda, hingga anak-anak. Mobile phone addict didefinisikan sebagai perilaku keterikatan terhadap telepon genggam yang disertai dengan kurangnya kontrol dan memiliki dampak negatif bagi individu. Beberapa tahun silam kita masih sering mendengar percakapan antar penumpang bus, KRL, angkot, dan lain sebagainya, maka tahun-tahun ini kita dapati orang cenderung lebih asyik dengan smartphonenya dibanding berinteraksi secara langsung, lebih senang ber-media social dibanding berkehidupan social. Entah hal itu merupakan kemajuan atau kemunduran.
Fungsi yang paling dominan dari Smartphone adalah sosial media yang beberapa tahun belakangan berkembang dengan pesat. Terlepas dari masalah Mobile Phone Addict diatas, sebagai pengguna media sosial kiranya perlu kita ketahui adab dan akhlak dalam ber-sosial media, kenapa? Karena semua yang kita kerjakan didunia ada pertanggung jawabannya kelak, apapun yang mulut katakan, tangan kerjakan, dan kaki langkahkan semua akan dimintai pertanggung jawaban.
Allah berfirman: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan tangan-tangan mereka berkata kepada Kami dan kaki-kaki mereka memberi kesaksian terhadap apa yang telah mereka usahakan.” (QS Yasin :65)
Adab Bersosial Media yang Perlu Kamu Ketahui
Ada banyak adab yang harus diperhatikan oleh setiap pengguna media sosial, terlebih mereka yang beragama Islam, karena media sosial tak ubahnya kata-kata yang dituliskan.
Pertama: Berpikir Sebelum Berbicara
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa dampak-dampaknya akan membuatnya terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat” (HR. Al Bukhari no: 6477)
Maksudnya berfikirlah sebelum menulis status, apakah yang kita tulis bermanfaat? Atau justru akan menjadi musibah bagi kita? Cukuplah kita ambil pelajaran dari kasus-kasus yang sudah ada.
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ berkata, “Menjaga lisan adalah agar jangan sampai seseorang mengucapkan kata-kata yang sia-sia, hendaklah ia berkata yang memberikan manfaat bagi agamanya. Apabila ia akan berbicara hendaklah ia pikirkan, apakah ucapan yang akan ia sampaikan bermanfaat atau tidak? Apabila tidak bermanfaat hendaklah ia diam, apabila bermanfaat hendaklah ia pikirkan lagi, adakah kata-kata yang lebih bermanfaat atau tidak? Sehingga ia tidak menyia-nyiakan waktunya.”
Kedua: Tidak Mengucapkan Kebathilan
Dalam hadits shahih, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diridhai Allah yang tak dikiranya akan mendapatkan demikian sehingga dicatat oleh Allah keridhoan-Nya bagi orang tersebut hingga hari Kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata yang dimurkai Allah yang tak dikiranya akan demikian, maka Allah SWT mencatatnya yang demikian itu sampai hari Kiamat.” (HR Tirmidzi, Hasan shahih)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “sangat mengherankan, orang yang mudah menghindari dari memakan barang yang haram, berbuat dzalim, berzina, mencuri, minum-minuman keras, memandang pandangan yang diharamkan tapi sulit untuk menjaga lisannya, sampai-sampai seseorang yang dipandang sebagai ahli agama, zuhud, gemar ibadah, tetapi dia berbicara dengan ucapan yang membuat Allah murka padanya, disebabkan ucapannya tersebut tanpa ia sangka-sangka menyebabkan ia terjerumus ke neraka jahannam lebih jauh antara jarak timur dan barat. Betapa banyak orang yang lisannya dibiarkan kesana kemari menodai kehormatan orang-orang yang hidup dan yang telah meninggal dunia tanpa mempedulikan akibat dari kata-kata yang diucapkannya".
Ketiga: Tidak Berkata Keji dan Mencela
“Bukanlah seorang mukmin jika suka mencela, melaknat dan berkata-kata keji.” (HR. Tirmidzi no: 1977, dishahihkan Albani)
Terlebih dalam media social, kata-kata celaan selain terpatri dalam hati ia juga akan selalu tertempel dalam dinding medsos, walau sudah dihapus setiap perbuatan buruk pasti akan berefek.
Keempat: Tidak berdusta
“Tanda-tanda munafik itu ada 3, jika bicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari dan jika diberi amanah ia khianat.” (HR. Bukhari no: 33)
Termasuk kategori dusta adalah turut menyebarkan berita hoax dan fitnah maka sebagai insan mulia hendaknya kita bijak dalam memilih dan memilah informasi.
Kelima: Tidak Ghibah, Menceritakan Aib Orang lain, dan Panggilan Yang Buruk
Rasulullah saw bersabda, “Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Si penanya kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah saw menjawab, “Kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim no: 2589)
Kemuajuan teknologi berbanding lurus dengan besarnya kesempatan manusia untuk bermaksiat. Ghibah misalnya, bila dahulu orang harus berkumpul dan bertemu, maka dengan kemudahan teknologi ghibah sudah bisa dilakukan via medsos. Dan itulah yang sering terjadi sekarang, disadari maupun tidak.
Keenam: Menjauhi Perdebatan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya orang yang paling dimurkai oleh Allah adalah orang yang selalu mendebat. (HR. Bukhari dan Muslim)
Mendebat dalam hadits diatas maksudnya adalah mendebat dengan cara batil atau tanpa ilmu. Sedangkan orang yang berada di pihak yang benar, sebaiknya dia juga menghindari perdebatan. Karena debat itu akan membangkitkan emosi, mengobarkan kemurkaan. “Aku jamin rumah didasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah ditengah surga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaqnya.” (HR. Abu Daud no: 4167, dihasankan al Albani)
Mengingkari kemungkaran dan menjelaskan kebenaran adalah kewajiban seorang Muslim. Jika penjelasan diterima maka itulah yang dikehendaki. Namun jika ditolak, maka hendaklah ia meninggalkan perdebatan. Dan yang perlu kita ingat adalah berdebat didunia nyata saja sedikit memberi faidah terlebih berdebat didunia maya, hanya akan membuang-buang waktu yang berharga.
Ketujuh: Tidak Membicarakan Semua yang Didengar
Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw telah bersabda, “Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar”. (HR. Muslim)
Tidak semua hal pantas kita bicarakan/post, dalam membicarakan/post sesuatu hendaklah kita memikirkan dampak baik buruk dari hal itu. Dalam sebuah kata mutiara disebutkan, “Tidak setiap yang diketahui berarti boleh diucapkan, tidak setiap yang boleh diucapkan berarti boleh diucapkan kepada setiap orang, dan tidak setiap yang boleh diucapkan kepada sebagian orang berarti boleh diucapkan di setiap keadaan".
Maka semoga dengan mengetahui adab dan etika bersosial media kita menjadi insan yang lebih bijak dalam menggunakannya. Cukuplah seorang muslim berpegang pada hadist “Sesungguhnya di antara kebaikan Islam seseorang adalah dia meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi, dishahihkan al Albani)
Wallahu A’lam
Sumber: Buletin Al Islam
Oleh : Rosyid Abdurrohman
Tags
Tsaqofah