_**Tanya Jawab Seputar I'tikaf**_
Apa sih yang dimaksdu dengan I’tikaf?
I’tikaf itu artinya tetap tinggal di masjid untuk menunaikan ketaatan kepada Allah Ta’ala, menyendiri dari keramainan, menyibukkan diri, dan mengkhususkan niat. Dilakukan di setiap masjid, diperbolehkan di masjid yang dipakai shalat jum’at atau tidak, tetapi yang lebih utama yang ada sholat jum’atnya agar tidak keluar masjid untuk sholat jum’at.
Dan apakah I’tikaf itu terdapat bagiannya?
-Syaikh Muhammad ash-Shalih al-Utsaimin –rahimahullah- dittany : “Apakah I’tikaf itu memiliki pembagian atau tidak ?
Beliau Menjawab :
I’tikaf itu tidak memiliki pembagian. I’tikaf artinya tetap tinggal di masjid untuk menunaikan ketaatan kepada Allah Ta’ala boleh ketika puasa atau tidak.
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai apakah I’tikaf itu sah tanpa puasa atau tidak?
Tetapi i’tikaf yang disyariatkan itu pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, karena Rosulullah Sholallahu ‘alaihi wa salam melakukan I’tikaf pada sepuluh hari ini mengharap malam lailatul qodar.
Dan ketika hendak menjalankan I’tikaf apakah ada syarat-syarat khusu untuk I’tikaf itu sendiri?
-Lembaga penelitian ilmiah dan fatwa ditanya , “ Apakah syarat-syarat I’tikaf itu, apakah harus disertai puasa ? Bolehkah orang yang I’tikaf itu mengunjungi orang yang yang sakit, memenuhi undangan, pergi untuk keperluan, mengantarkan jenazah, atau pergi bekerja?
Beliau Menjawab :
Disyari’atkan I’tikaf di dalam masjid yang terdapat sholat jama’ahnya. Jika orang yang I’tikaf termasuk orang yang wajib sholat jum’at maka ketika I’tikafnya di masjid yang diselenggarakan sholat jum’at.
Orang yang I’tikaf tidak harus dengan puasa (I’tikaf di luar bulan Ramadhan) lebih utama dan sunnahnya orang yang itikaf tidak dianjurkan untuk menjenguk orang sakit, tidak memenuhi undangan, tidak keluar untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tidak mengantarkan jenazah, dan tidak keluar bekerja du luar masjid. Sebagaimana sabda Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salam dalam hadits Aisyah –rodhiyallahu ‘anha- , ia berkata :
“Menurut sunnah orang yang I’tikaf itu tidak mengunjungi orang sakit, tidak mengantar jenazah, dan tidak bercampur dengan istri dan tidak berhubungan badan, dan tidak keluar masjid kecuali untuk keperluanyang harus.”
Syaikh Muhammad ash-Shalih al-Utsaimin –rahimahullah- menambahkan,
Orang yang I’tikaf hendaknya menjauhkan dari amalan-amalan dunia, tidak melaukan transaksi jual beli, tidak keluar masjid, tidak mengantar jenazah, menjauhkan diri mengunjungi orang sakit. Sementara I’tikaf yang dilakukan kebanyakan orang seperti banyak teman-teman yang datang berkunjung pagi dan sore hari, terkadang berbincang hal-hal yang haram, tentunya amalan ini menghilangkan makna I’tikaf.
Tetapi jika keluarganya berkunjung dan berbicaa sekedarnya boleh saja, sebagaimana riwayat Nabi Sholallahu ‘alaihi wa salam bahwasanya istrinya Shafiyah mengunjungi dan berbincang dengan beliau ketika sedang I’tikaf. Yang penting orang I’tikaf itu menjadikan I’tikafnya untuk sarana mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Wallahu a’lam,,,
Sumber : Kitab “Ensiklopedi Fatwa Ramadhan”
Oleh : Syaikh Abu Muhammad Asyraf bin Abdul Al Maqshud
Tags
Fiqih